Surah Al-Kahf Ayat 9
اَمْ حَسِبْتَ اَنَّ اَصْحٰبَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيْمِ كَانُوْا مِنْ اٰيٰتِنَا عَجَبًا ٩
9. Apakah engkau mengira bahwa orang yang mendiami gua, dan (yang mempunyai) raqim itu, termasuk tanda-tanda (kebesaran) Kami yang menakjubkan?
Tafsir
Allah menerangkan bahwa apakah Nabi Muhammad mengira bahwa kisah Ashhabul Kahf beserta raqim (batu tertulis) sebagaimana yang tersebut dalam kitab-kitab lama adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang paling menakjubkan.
Memang jika dilihat, peristiwa Ashhabul Kahf berlawanan dengan hukum alam. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan berbagai kejadian pada tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang, dan segala mineral yang merupakan perhiasan di atas bumi ini, maka kejadian ini memang menakjubkan. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Allah. Namun demikian, peristiwa Ashhabul Kahf itu bukan satu-satunya tanda kekuasaan Allah, tetapi hanya sebagian kecil dari bukti keagungan-Nya. Sekiranya para ulama agama lain merasa kagum dan terpesona oleh peristiwa tersebut, maka Rasulullah dan umatnya seharusnya lebih terpesona lagi oleh berbagai fenomena alam semesta dengan segala keajaibannya. Kejadian langit dan bumi, pergantian siang dan malam, peredaran matahari, bulan, planet, dan bintang-bintang atau bagaimana Allah menghidupkan kembali segala sesuatu yang telah mati, semua itu merupakan bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan Allah. Dia berbuat menurut kehendak-Nya, tidak seorang pun yang menolak ketetapan-Nya. Oleh karena itu, Al-Qur’an selalu mengajak manusia untuk menyelidiki rahasia alam semesta ini.
Menurut riwayat Israiliyat, orang-orang Nasrani telah banyak melakukan kesalahan. Raja-raja mereka berlaku aniaya sampai menyembah berhala, bahkan memaksa rakyatnya untuk juga menyembahnya. Seorang raja mereka yang bernama Decyanus mengeluarkan perintah keras kepada rakyatnya untuk menyembah berhala-berhala itu dan menyiksa siapa yang menentang-nya. Beberapa orang pemuda dari kalangan bangsawan dipaksanya turut menyembah berhala-berhala itu, bahkan diancam akan dibunuh jika berani menolak perintah itu. Namun mereka menolaknya dan tetap bertahan dalam agama mereka. Lalu Decyanus melucuti pakaian dan perhiasan mereka. Karena masih sayang kepada remaja-remaja itu, raja membiarkan mereka hidup dengan harapan agar mau mengikuti perintahnya nanti. Raja itu juga pergi ke negeri-negeri lain untuk memaksa penduduknya menyembah berhala dan siapa yang menolak perintahnya dibunuh.
Pemuda-pemuda itu kemudian pergi ke sebuah gua, yang terletak di sebuah gunung yang disebut Tikhayus, dekat kota mereka, Afasus. Di gua itu mereka beribadah menyembah Allah. Sekiranya diserang oleh raja Decyanus dan dibunuh, maka mereka mati dalam ketaatan. Jumlah mereka tujuh orang. Di tengah perjalanan ke gua, mereka bertemu seorang peng-gembala dengan seekor anjingnya yang kemudian ikut bersama mereka. Di gua itulah mereka tekun menyembah Allah. Di antara mereka ada seorang yang bernama Tamlikha. Dia bertugas membeli makanan dan minuman untuk teman-temannya dan menyampaikan kabar bahwa Decyanus masih mencari mereka. Setelah kembali dari perjalanannya, raja itu segera mencari ahli-ahli ibadah kepada Allah untuk dibunuh, kecuali bila mereka mau menyembah berhala. Berita ini terdengar oleh Tamlikha ketika dia sedang berbelanja lalu disampaikan kepada teman-temannya. Mereka menangis. Allah swt kemudian menutup pendengaran mereka sehingga mereka tertidur.
Sementara itu, Decyanus teringat kembali kepada para pemuda di atas, lalu memaksa orang-orang tua mereka untuk mendatangkannya. Para orang tua itu akhirnya menunjukkan gua tempat mereka beribadah. Decyanus segera pergi ke sana dan menutup mulut gua itu agar mereka mati di dalamnya. Dalam staf pengiring raja, ada dua orang laki-laki yang tetap menyembunyikan imannya, namanya Petrus dan Runas. Kisah para pemuda yang beriman dalam gua itu diabadikan dengan tulisan di atas dua keping batu yang lalu disimpan dalam peti dari tembaga. Peti itu ditanamkan ke dalam bangunan supaya di kemudian hari menjadi teladan dan peringatan bagi umat manusia.
Waktu berjalan terus, zaman silih berganti, raja Decyanus sudah dilupakan orang. Seorang raja saleh yang juga bernama Petrus memerintah negeri itu selama 68 tahun. Pada masa pemerintahannya, terjadi pertikaian pendapat di kalangan rakyat tentang hari kiamat sehingga mereka terbagi ke dalam dua golongan, yaitu golongan yang percaya dan yang mengingkari-nya. Raja sangat bersedih hati karena persoalan ini. Dia berdoa kepada Tuhan agar Dia memperlihatkan kepada rakyatnya tanda-tanda yang meyakinkan mereka bahwa kiamat itu pasti terjadi.
Sementara itu, seorang pengembala kambing bernama Ulyas bermaksud membangun kandang untuk kambingnya di gua tempat para pemuda tadi. Lalu dipecahkannya tutup yang menutup pintu gua itu. Seketika itu juga, pemuda-pemuda yang beriman itu terbangun serentak dari tidurnya. Mereka duduk dengan wajah berseri-seri lalu mereka salat. Berkatalah mereka satu sama lain, “Berapa lama kalian tidur?” Dijawab oleh yang lain, “Sehari atau setengah hari.” Yang lain mengatakan, “Tuhan lebih mengetahui berapa lama kalian tidur. Cobalah salah seorang dari kalian pergi ke kota dengan membawa uang perak ini dan membeli makanan yang baik dan menghidang-kannya kepada kita.”
Maka Tamlikha berangkat, sebagaimana biasanya sejak dahulu, untuk berbelanja secara sembunyi-sembunyi karena takut terhadap raja Decyanus. Sewaktu dia berjalan, terdengar olehnya orang-orang menyeru Isa al-Masih di segala penjuru kota. Dia berkata dalam hati, “Alangkah anehnya, mengapa orang mukmin itu tidak dibunuh oleh Decyanus?” Dia masih merasa heran, “Barangkali aku bermimpi atau kota ini bukan kotaku dahulu,” katanya dalam hati. Lalu dia bertanya kepada seorang laki-laki tentang nama kota itu. Lelaki menjawab, “Ini kota Afasus.”
Pada akhir perjalanan, dia datang kepada seorang laki-laki dan memberikan uang logam untuk membeli makanan. Laki-laki itu kaget setelah melihat uang logam tersebut karena belum pernah melihatnya. Dia membolak-balik uang logam itu kemudian diperlihatkannya kepada kawan-kawannya. Mereka merasa heran dan berkata, “Apakah uang ini dari harta yang kamu temukan tersimpan dalam tanah? Uang logam ini dari zaman raja Decyanus, satu zaman yang sudah lewat berabad-abad lamanya.” Kemudian Tamlikha dibawa ke hadapan dua orang hakim di kota itu. Mulanya Tamlikha mengira dia akan dibawa kepada raja Decyanus sehingga ia menangis. Tetapi setelah mengetahui raja telah berganti, lenyaplah kesedihannya. Kedua hakim kota itu, Areus dan Tanteus, bertanya kepada Tamlikha, “Di manakah harta terpendam yang kamu temukan itu, wahai anak muda?” Sesudah terjadi pembicaraan antara mereka, maka Tamlikha menceritakan kisah para pemuda itu dengan raja Decyanus, dan dia mengajak kedua hakim itu pergi menengok ke gua untuk membuktikan kebenaran kisahnya. Lalu keduanya pergi bersama-sama Tamlikha, hingga sampai ke pintu gua itu, dan mereka mendengarkan semua kisah tentang penghuni gua itu dari Tamlikha. Kedua hakim tersebut merasa heran setelah mengetahui bahwa mereka tidur dalam gua itu selama 309 tahun. Mereka dibangunkan dari tidur untuk menjadi tanda kekuasaan Tuhan kepada manusia. Kemudian Areus masuk dan melihat sebuah peti dari tembaga, tertutup dengan segel. Di dalamnya terdapat dua batu bertulis yang menceritakan kisah pemuda itu, sejak mereka melarikan diri dari kerajaan Decyanus demi memelihara akidah dan agama mereka, sampai kemudian Decyanus menutup pintu gua itu dengan batu.
Setelah Areus dan kawan-kawannya membaca kisah ini, mereka bersyukur dan langsung sujud kepada Allah dan mereka segera mengirim utusan kepada raja Petrus agar cepat-cepat datang untuk menyaksikan tanda kekuasaan Allah yang ada pada pemuda-pemuda yang dibangkitkan sesudah tertidur 300 tahun. Raja kemudian berangkat beserta rombongan pengawal dan penduduk negerinya menuju negeri Afasus. Hari ini merupakan hari penetapan keputusan tentang hari kebangkitan, hari yang yang tak terlupakan.
Ketika raja melihat pemuda-pemuda itu, dia langsung sujud kepada Allah, memeluk pemuda-pemuda itu, lalu menangis. Pemuda-pemuda itu terus memuji Tuhan. Mereka berkata kepada raja, “Wahai Raja, selamat tinggal, semoga Allah melindungi kamu dari kejahatan manusia dan jin.” Lalu mereka kembali ke pembaringan dan ketika itu Allah swt mencabut rohnya. Untuk memberikan penghormatan kepada arwah para hamba Allah suci ini, raja memerintahkan agar masing-masing mereka dibuatkan peti jenazah dari emas. Tetapi pada malam harinya raja bermimpi melihat mereka, dan berpesan kepadanya:, “Biarkanlah kami sebagaimana adanya dalam gua ini, kami tidur di atas tanah sampai hari kiamat datang.” Oleh karenanya, raja memerintahkan agar jenazah-jenazah itu dihamparkan di dalam sebuah peti kayu dan melarang setiap orang untuk masuk ke dalam gua itu. Raja memerintahkan pula agar di pintu gua dibangun tempat ibadah, dan hari wafatnya dijadikan hari besar.
Orang-orang Nasrani menjadikan kisah ini sebagai bukti kekuasaan Allah untuk menunjukkan adanya hari kiamat. Tetapi Al-Qur’an menjelaskan bahwa tanda-tanda kekuasaan Allah untuk mengadakan hari kebangkitan dan mengembalikan roh kepada jasadnya sesudah mati bukanlah terbatas pada kisah itu saja. Ayat-ayat yang menunjukkan kekuasaan-Nya untuk menun-jukkan adanya hari kiamat, tidak terhitung jumlahnya. Oleh karena itu, perhatikanlah alam semesta ini dengan segala isinya.