Surah Al-Mulk Ayat 3
الَّذِيْ خَلَقَ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًاۗ مَا تَرٰى فِيْ خَلْقِ الرَّحْمٰنِ مِنْ تَفٰوُتٍۗ فَارْجِعِ الْبَصَرَۙ هَلْ تَرٰى مِنْ فُطُوْرٍ ٣
3. Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih. Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat sesuatu yang cacat?
Tafsir
Allah menerangkan bahwa Dialah yang menciptakan seluruh langit secara bertingkat di alam semesta. Tiap-tiap benda alam itu seakan-akan terapung kokoh di tengah-tengah jagat raya, tanpa ada tiang-tiang yang menyangga dan tanpa ada tali-temali yang mengikatnya. Tiap-tiap langit itu menempati ruangan yang telah ditentukan baginya di tengah-tengah jagat raya dan masing-masing lapisan itu terdiri atas begitu banyak planet yang tidak terhitung jumlahnya. Tiap-tiap planet berjalan mengikuti garis edar yang telah ditentukan baginya. Allah berfirman:
Dia menciptakan langit tanpa tiang sebagaimana kamu melihatnya, dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi agar ia (bumi) tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembangbiakkan segala macam jenis makhluk bergerak yang bernyawa di bumi. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. (Luqman/31: 10)
Semua benda langit beserta bintang-bintang yang terdapat di dalamnya tunduk dan patuh mengikuti ketentuan dan hukum yang ditetapkan Allah baginya. Semuanya tetap seperti itu sampai pada waktu yang ditentukan baginya. Allah berfirman:
Allah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menundukkan matahari dan bulan; masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu. (ar-Ra’d/13: 2)
Menurut ilmu Astronomi, di jagat raya yang luasnya tiada terhingga itu, terdapat galaksi-galaksi atau gugusan-gugusan bintang yang di dalamnya terdapat miliaran bintang yang tiada terhitung jumlahnya. Bintang-bintang yang berada di dalam setiap galaksi itu ada yang kecil seperti bumi dan ada pula yang besar seperti matahari, dan bahkan banyak yang lebih besar lagi. Setiap galaksi mempunyai sistem yang teratur rapi, yang tidak terlepas dari sistem ruang angkasa seluruhnya. Adanya daya tarik-menarik yang terdapat pada setiap planet, menyebabkan planet-planet itu tidak jatuh dan tidak berbenturan antara yang satu dengan yang lain, sehingga ia tetap terapung dan beredar pada garis edarnya masing-masing di angkasa.
Bila dihubungkan pengertian ayat tersebut dengan yang dijelaskan ilmu Astronomi, maka yang dimaksud dengan tingkat-tingkat langit yang banyak itu ialah galaksi-galaksi. Sedang angka tujuh dalam bahasa Arab biasa digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang jumlahnya banyak. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan tingkat langit yang tujuh itu adalah galaksi-galaksi yang banyak terdapat di langit. Sementara itu, ada pula ahli tafsir yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “tujuh lapisan langit” ialah tujuh bintang yang berada di sekitar matahari, dan ada pula ahli tafsir yang tidak mau menafsirkannya. Mereka menyerahkannya kepada Allah karena hal itu ada pada pengetahuan-Nya yang belum diketahui dengan pasti oleh manusia.
Demikianlah gambaran umum keadaan sistem galaksi-galaksi. Mengenai keadaan setiap planet yang tidak terhitung banyaknya itu, seperti bagaimana sifat dan tabiatnya, apa yang terkandung di dalamnya, bagaimana bentuknya secara terperinci, dan sebagainya masih sangat sedikit yang diketahui manusia. Hal itu pun hanya sekelumit kecil dari pengetahuan tentang galaksi itu.
Seperti mengenai penciptaan “langit” yang tujuh lapis terdapat pada beberapa ayat lainnya, seperti al-Baqarah/2: 29, al-An’am/6: 125, Nuh/71: 15, dan an-Naba’/78: 12. Menurut para saintis, kata langit dapat ditafsirkan sebagai langit bumi yang berupa atmosfer atau langit alam semesta. Apabila langit bumi, ternyata bahwa atmosfer dibagi dalam tujuh lapisan. Dan masing-masing lapisan mempunyai tugas dan fungsi melindungi bumi.
Pembagian atmosfer menjadi tujuh lapis didasarkan pada perbedaan kandungan kimia dan suhu udara. Ketujuh lapisan tersebut dinamakan: Troposfer, Stratosfer, lapisan-lapisan Mesosfer, Thermosfer, Exosfer, Ionosfer, dan Magnetosfer. Dalam Surah Fussilat/41 ayat 11-12 dinyatakan bahwa tiap lapis langit mempunyai urusannya sendiri-sendiri. Hal ini dikonfirmasi ilmu pengetahuan, misal ada lapisan yang bertugas untuk membuat hujan, mencegah kerusakan akibat radiasi, memantulkan gelombang radio, sampai dengan lapisan yang mencegah agar meteor tidak merusak bumi.
Akan tetapi, dengan adanya ayat 5 pada surah yang sama (al-Mulk/67: 5), tampaknya yang dimaksudkan dengan langit bukanlah langit atmosfer, melainkan langit semesta. Bunyi ayat tersebut demikian:
Dan sungguh, telah Kami hiasi langit yang dekat, dengan bintang-bintang dan Kami jadikannya (bintang-bintang itu) sebagai alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka azab neraka yang menyala-nyala. (al-Mulk/67: 5)
Dinyatakan secara jelas bahwa pada “langit yang dekat” (mungkin dapat ditafsirkan sebagai lapis langit pertama) dihiasi oleh bintang-bintang. Kata yang digunakan bukan bintang (bentuk tunggal yang dapat menunjuk pada matahari sebagai bintang dalam tata surya), akan tetapi bintang-bintang (bentuk jamak). Dengan demikian “langit yang dekat” adalah seluruh galaksi yang kita ketahui saat ini.
Apabila demikian halnya, apa yang dinyatakan dalam Al-Qur’an mengenai hal ini, sama sekali belum dapat dijangkau oleh temuan ilmu pengetahuan. Berkaitan dengan itu, adalah suatu hal yang sangat sombong jika seorang manusia mengakui tahu segala sesuatu. Betapa pun luasnya pengetahuan seseorang, masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan pengetahuan Allah. Apabila seseorang mengumpamakan dirinya sebagai bumi, kemudian melihat dirinya terletak di antara planet-planet yang banyak itu, tentu akan merasa bahwa dirinya sebenarnya tidak ada artinya jika dibandingkan dengan makhluk Allah yang beraneka ragam bentuk dan coraknya yang tiada terhitung jumlahnya.
Allah lalu memerintahkan manusia memandang dan memperhatikan langit dan bumi beserta isinya, serta mempelajari sifat-sifatnya. Misalnya, perhatikanlah matahari bersinar dan bulan bercahaya, sampai di mana manfaat dan faedah sinar dan cahaya itu bagi kehidupan seluruh makhluk yang ada. Perhatikanlah binatang ternak yang digembalakan di padang rumput, tumbuh-tumbuhan yang menghijau, gunung-gunung yang tinggi kokoh menjulang yang menyejukkan mata orang yang memandangnya; laut yang terhampar luas membiru; langit dan segala isinya. Semuanya tumbuh, berkembang, tetap dalam kelangsungan hidup dan wujudnya, serta berkesinambungan dan mempunyai sistem, hukum, dan peraturan yang sangat rapi. Sistem itu tidak terlepas dari sistem hukum dan peraturan yang lebih besar daripadanya yaitu yang berlaku pada seluruh alam yang fana ini. Cobalah pikirkan dan renungkan, apakah ada cacat atau cela pada makhluk yang diciptakan Allah, demikian juga pada sistem, hukum dan peraturan yang berlaku padanya? Mahabesar dan Maha Pencipta Allah, Tuhan seru sekalian alam, tiada suatu cacat atau cela pun terdapat pada makhluk yang diciptakan-Nya.
Kemudian seolah-olah Allah melanjutkan pertanyaan-Nya kepada manusia apakah mereka masih ragu tentang kekuasaan dan kebesaran-Nya? Apakah manusia masih ragu tentang sistem, hukum, dan peraturan yang dibuat untuk makhluk-Nya, termasuk di dalamnya mereka sendiri? Jika masih ragu, manusia diperintahkan untuk memperhatikan, merenungkan, dan mempelajari kembali dengan sebenar-benarnya. Apakah mereka masih mendapatkan dalam ciptaan Allah itu sebagian yang tidak sempurna?
Dari pertanyaan yang dikemukakan ayat ini, dapat dipahami bahwa seakan-akan Allah menantang manusia, agar mencari (kalau ada) sedikit saja kekurangan dan ketidaksempurnaan pada ciptaan-Nya. Seandainya ada kekurangan, cacat, dan cela dalam ciptaan Allah, maka manusia pantas untuk mengingkari keesaan dan kekuasaan-Nya. Akan tetapi, mereka kagum dan mengakui kerapian ciptaan Allah itu, bahkan mereka mengakui kelemahan mereka. Jika demikian halnya, maka keingkaran mereka itu bukanlah ditimbulkan karena ketidakpercayaan mereka kepada Allah, tetapi semata-mata karena kesombongan dan keangkuhan mereka semata.