Surah Ibrahim Ayat 36
رَبِّ اِنَّهُنَّ اَضْلَلْنَ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِۚ فَمَنْ تَبِعَنِيْ فَاِنَّهٗ مِنِّيْۚ وَمَنْ عَصَانِيْ فَاِنَّكَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ٣٦
36. Ya Tuhan, berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak dari manusia. Barangsiapa mengikutiku, maka orang itu termasuk golonganku, dan barang-siapa mendurhakaiku, maka Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Tafsir
Pada ayat-ayat ini, Allah swt memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar menyampaikan kepada umatnya kisah di waktu Nabi Ibrahim berdoa kepada Tuhannya, agar doa itu menjadi iktibar dan pelajaran bagi orang Arab waktu itu, karena Ibrahim a.s. itu adalah cikal-bakal dan asal keturunan mereka. Doa itu ialah: Ya Tuhan kami, jadikanlah negeri Mekah ini, negeri yang aman, tenteram, dan sentosa, serta terpelihara dari peperangan dan serangan musuh. Doa Nabi Ibrahim ini dikabulkan Tuhan, dan Dia telah menjadikan negeri Mekah dan sekitarnya, menjadi tanah dan tempat yang aman bagi orang-orang yang berada di sana. Di negeri itu dilarang menumpahkan darah, menganiaya orang, membunuh binatang, dan menebang tumbuh-tumbuhan yang berada di sana.
Allah berfirman:
Tidakkah mereka memperhatikan, bahwa Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, padahal manusia di sekitarnya saling merampok. Mengapa (setelah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang batil dan ingkar kepada nikmat Allah? (al-Ankabut/29: 67)
Orang-orang Arab dan orang-orang yang berdiam di sekitar Jazirah Arab, sejak dahulu hingga sekarang tetap memandang suci dan menghormati tanah haram itu. Bangsa Arab dahulu adalah bangsa yang terkenal sebagai bangsa yang merasa terhina seandainya mereka tidak dapat menuntut bela atas pembunuhan atau penganiayaan yang dilakukan oleh seseorang atau suatu kabilah terhadap anggota kabilahnya. Penuntutan bela itu merupakan suatu kewajiban suci untuk membela kehormatan kabilahnya yang telah ternoda itu. Oleh karena itu, mereka akan mengadakan penuntutan bela pada setiap kesempatan yang mungkin mereka lakukan. Kecuali jika mereka bertemu di tanah haram, mereka tidak akan melakukan penuntutan bela. Mereka menunggu di luar tanah haram. Setelah musuhnya itu keluar dari tanah haram, barulah mereka melakukan pembalasan dendam itu.
Demikian pula tanah haram itu dihormati dan terpelihara dari maksud jahat orang-orang yang hendak menghancurkan Kabah dan mengotorinya. Sebagaimana yang pernah dilakukan dan dialami oleh Abrahah, gubernur Ethiopia dan tentaranya. Abrahah yang beragama Nasrani itu dapat menak-lukkan Yaman yang beragama Yahudi. Ia bermaksud mengembangkan agama Nasrani di Yaman dan menciptakan Yaman menjadi pusat agama Nasrani di Jazirah Arab. Ia mengetahui pula bahwa orang-orang di Jazirah Arab sangat menghormati Kabah. Karena itu ia ingin memalingkan perhatian orang dari menghormati dan mengunjungi Kabah kepada menghormati dan mengunjungi suatu tempat atau bangunan yang ada di Yaman. Untuk memenuhi keinginannya itu, dibuatlah sebuah gereja besar dan megah di Yaman, namun penduduk Jazirah Arab tidak tertarik minatnya untuk mengunjungi, apalagi menghormati bangunan tersebut. Karena itu timbullah amarah Abrahah, maka disiapkannya pasukan tentara yang mengendarai gajah untuk menyerbu Mekah dan menghancurkan Kabah. Sekalipun ia dan tentaranya tidak mendapat perlawanan sedikit pun dari orang Mekah waktu itu, tetapi Allah swt menghancurkan Abrahah dengan tentaranya sampai mereka cerai berai.
Peristiwa kehancuran Abrahah dan bala tentaranya sewaktu menyerang Mekah ini, dilukiskan Allah swt dalam firman-Nya:
Tidakkah engkau (Muhammad) perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar, sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat). (al-Fil/105: 1-5)
Pada hadis-hadis Rasulullah saw, banyak diterangkan tentang penetapan tanah Mekah sebagai tanah haram. Bahkan pada hadis yang diriwayatkan al-Bukhari ditegaskan bahwa tanah Mekah telah ditetapkan Allah sebagai tanah haram sejak Allah menciptakan langit dan bumi:
Dari shafiyah binti Syaibah, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw berkhotbah pada hari penaklukan Mekah, beliau berkata, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah telah menjadikan Mekah sebagai tanah haram pada hari penciptaan langit dan bumi, maka Dia mengharamkannya sampai hari kiamat, tidak boleh dipotong tumbuh-tumbuhannya, tidak boleh diburu binatangnya dan tidak boleh mengambil barang temuannya kecuali orang yang akan mengumumkan.” (Riwayat al-Bukhari)
Nabi Muhammad saw pernah berdoa kepada Allah swt agar Madinah dijadikan juga sebagai tanah haram. Doa itu diucapkan Rasulullah pada waktu kaum Muslimin menghadap beliau pada permulaan musim buah-buahan, untuk menghadiahkan buah-buahan itu kepada beliau. Tatkala beliau memegang buah-buahan yang diberikan itu, beliau berdoa:
Wahai Tuhan, sesungguhnya Ibrahim adalah hamba-Mu, kekasih-Mu, dan nabi-Mu. Demikian pula aku adalah hamba dan nabi-Mu. Sesungguhnya Ibrahim telah berdoa kepada-Mu untuk Mekah, dan sesungguhnya aku berdoa pula untuk Madinah seperti ia mendoakan kepada-Mu untuk Mekah dan semisalnya (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)
Ibrahim juga berdoa agar ia dan keturunannya dihindarkan Allah swt dari perbuatan menyembah berhala, karena perbuatan itu menyesatkan manusia dari jalan yang benar ke jalan yang salah. Selanjutnya, Ibrahim menerangkan bahwa siapapun di antara anak cucunya itu yang mengikutinya, yaitu beriman kepada Allah dengan sepenuh hati, memurnikan ketaatan dan ketundukan hanya kepada Allah semata, itulah orang-orang yang mengikuti agamanya. Sebaliknya siapa pun di antara anak cucunya itu yang tidak mengikuti agamanya, dan tidak mengikuti petunjuk Allah yang telah disampaikannya, maka Allah Maha Pengampun Mahakekal rahmat-Nya, Maha Penerima Tobat dengan menuntun manusia ke jalan yang benar.
Hal ini berarti bahwa siapapun yang mengakui sebagai pengikut Nabi Ibrahim a.s., tentulah ia menganut agama yang berdasarkan tauhid, mengakui bahwa Tuhan itu Esa tidak beranak, tidak dilahirkan atau diciptakan, dan tidak berserikat dengan sesuatupun, sebagaimana pengakuan penganut-penganut agama yang menyatakan bahwa asal agama mereka ialah agama Nabi Ibrahim. Mustahil jika suatu agama menyatakan sebagai pengikut ajaran Ibrahim padahal mereka mempersekutukan Allah, dan tidak memurnikan ketaatan dan ketundukan kepada Allah semata.
Doa Nabi Ibrahim ini tidak seluruhnya dikabulkan Allah karena banyak pula anak cucunya yang durhaka kepada Allah, di samping banyak pula yang beriman, bahkan ada pula yang diangkat menjadi nabi dan rasul.
Pada ayat yang lalu Allah swt menerangkan bahwa setelah Nabi Ibrahim diangkat menjadi nabi dan rasul, ia pun berdoa pula agar anak cucunya di kemudian hari diangkat pula menjadi nabi dan rasul, tetapi Allah swt menjawab bahwa tidak seluruh doa Nabi Ibrahim itu dikabulkan Tuhan, karena orang-orang yang zalim, walaupun anak seorang nabi dan rasul, mustahil diangkat menjadi nabi dan rasul, seperti bapak dan kakeknya. Allah swt berfirman:
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “Dan (juga) dari anak cucuku?” Allah berfirman, “(Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.” (al-Baqarah/2: 124)
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa kaum Muslimin dilarang mengangkat orang-orang zalim sebagai pemimpin-pemimpin yang akan mengurus urusan mereka. Yang akan diangkat menjadi pemimpin itu hendaklah orang-orang yang masih berjiwa bersih, suka mengerjakan amal-amal yang saleh, melaksanakan perintah-perintah Allah, dan menghentikan larangan-larangan-Nya.